Selamat Datang di Blog Maslan, Semoga Bermanfaat dan Mohon Sarannya


Saturday 26 October 2013


TUGAS TERSTUKTUR MATA KULIAH PERILAKU ORGANISASI

KONFLIK DAN NEGOSIASI

Disusun Oleh:
Maslan
B11111093
Muhammad fatir
B11111074

Description: D:\pictures barca\Logo UNTAN.png


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2013


KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya maka makalah ini dapat terselesaikan.
Dalam kesempatan ini kami juga mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada Titik Rosnani, SE,M.Si selaku dosen mata kuliah perilaku organisasi yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada kami untuk membuat sekaligus membahas makalah yang berjudul Konflik dan Negosiasi.Bantuan dan kerjasama dari teman-teman juga telah mempermudah dalam menyelesaikan makalah ini, Makalah ini banyak membahas tentang konflik dan negosiasi yang sering terjadi baik pada individu, kelompok maupun suatu organisasi.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, namun penulis telah berusaha semaksimal mungkin dengan segala kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif untuk menyempurnakan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.



                                                                              Pontianak, September 2013
                                                                              Penulis



                                                                              Maslan dkk

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI  ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1         1.1. Latar Belakang          1
1.2. Pokok bahasan................................................................................. 2
1.3. Tujuan ............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 3
2.1. Defenisi Konflik ............................................................................. 3
2.2. Transisi atau perkembangan tentang pemikiran konflik................... 4
2.3  Jenis dan proses konflik................................................................... 4
2.4  Teknik pemecahan konflik............................................................... 9
2.5. Defenisi Negosiasi/Perundingan...................................................... 11
2.6. Pendekatan negosiasi...................................................................... 11
2.7. Proses Perundingan........................................................................ . 12
2.8. Isu-isu dalam perundingan.............................................................. 14
BAB III PENUTUP............................................................................................. 17       
3.1. Kesimpulan...................................................................................... 17
DAFTARPUSTAKA............................................................................................18


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.            Latar belakang
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai konflik dan negosiasi maka perlu dipahami pengertian dasarnya untuk mempermudah interpretasi dan pemaknaannya atas fenomena yang terjadi dalam hukum dan masyarakat. Teori merupakan hasil pemikiran ahli yang berlatar belakang dari keadaan yang dialaminya sendiri, kolompok maupun organisasi yang dipahami secara mendalam hingga membentuk dalam sebuah analisis dengan bantuan pengetahuan yang dimiliki. Konflik adalah percekcokan, perselisihan, dan pertentangan. Konflik juga merupakan ketegangan atau pertentangan di dalam cerita rekaan atau drama antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, dan/atau pertentangan antara dua tokoh maupun kelompok.
Untuk mempelajari dinamika perilaku organisasi, studi pengelolaan konflik layak manjadi perhatian. Pada saat ini konflik lingkungan perusahaan telah menjadi fenomena yang sangat umum. Konflik yang terjadi baik pada diri sendiri maupun konflik yang terjadi pada suatu organisasi akan berdampak buruk pada kinerja. Amerika Firm Shea dan Gould binasa karena tinggi nya konflik yang terjadi di dalamnya, itu adalah salah satu dampak nyata sekaligus ancaman dari sebuah konflik.
Di sisi lain banyak yang berpendapat bahwa konflik merupakan hal-hal baik yang dapat menciptakan ide-ide baru, maningkatkan sprit kompetitif, kekompakan dalam tim dan menanamkan suasana persaudaraan dalam suatu organisasi.
Sedangkan negosiasi merasuki setiap interaksi dari hampir semua orang dalam kelompok dan organisasi, ada yang jelas seperti buruh melakukan tawar-menawar dengan manajemen. Dan ada yang kurang begitu jelas seperti para karyawan, rekan sejawat, dan atasan agen bernegosiasi dengan pemasok.hal itu tadi ialah contoh sederhana dari sebuah negosiasi dalam ruang lingkup pemasaran atau pasar secara sederhana.
Hubungan antara konflik dan negosiasi sangat lah erat hubungan nya, karena suatu konflik bisa terselesaikan dengan proses yang namanya negosiasi, baik itu konflik yang di alami per individu, kelompok maupun organisasi. Peran suasana hati dan sifat kepribadian dalam negosiasi juga dapat menentukan berjalannya proses negosiasi dengan baik. Perunding yang mempunyai hati yang positif cenderung memperoleh hasil yang lebih baik daripada bersuasana hati negatif.
Laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan dalam bernegosiasi. Tetapi gender mempengaruhi negosiasi walaupun terbatas.keyakinan bahwa wanita lebih menyenangkan dalam bernegosiasi tidak dapat di jadikan patokan kerena jarang seorang wanita menduduki posisi manajemen puncak.
1.2. Pokok bahasan
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini antara lain sebagai berikut:
1. Defenisi Konflik
2. Transisi atau perkembangan tentang pemikiran konflik
3. Jenis dan proses konflik
4. Teknik pemecahan konflik
5. Defenisi Negosiasi/Perundingan
6. Pendekatan negosiasi
7. Proses Perundingan
8. Isu-isu dalam perundingan
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini merupakan sebagai bahan untuk di diskusikan dan di persentasikan di depan kelas sebagai tugas terstruktur mata kuliah Perilaku Organisasi. Selain itu kami (penulis) juga berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat dan memberikan informasi tentang Konflik serta penanganannya dan juga informasi tentang Negosiasi.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Defenisi Konflik
 Konflik berasal dari bahasa latin (configere) yang artinya saling memukul. konflik juga bisa diartikan dalam sosiologis yang artinya proses antara 2 orang atau lebih bisa (kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menghancurkannya atau membuat tidak berdaya.
Konflik didefinisikan sebagai sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negative, atau akan memengaruhi secara negative, sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Conflict can be defined (Thomas K.A.)1 as the “process that begins when one party perceives that another party has negatively affected something that the first party cares about.” Hal ini menggambarkan satu titik dalam kegiatan yang sedang berlangsung ketika sebuah interaksi “berubah” menjadi suatu konflik antar pihak.
Berikut ialah defenisi konflik menurut para ahli:
Lewis a. Coser : adalah perselisihan mengenai nilai nilai atau tuntutan-tuntutan berkenaan dengan status, kuasa dan sumber sumber kekayaan yang persediaannya. terbatas.
Leopod Von Wiese :suatu proses sosial dimana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi apa yang menjadi tujuannya dengan jalan menentang pihak lain disertai dengan ancaman dan kekerasan.
R.J. Rummel :konfrontasi kekuasaan atau kekuatan sosial.
Duane Ruth-hefelbower :adalah kondisi yang terjadi ketika dua pihak atau lebih menganggap ada perbedaan posisi yang tidak selaras, tidak cukup sumber dan tindakan salahsatu pihak menghalangi, atau mencampuri atau dalam beberapa hal membuat tujuan pihak lain kurang berhasil.

2.2. Transisi atau perkembangan tentang pemikiran konflik
Pandangan tradisional, bahwa konflik telah menyatakan bahwa konflik membahayakan dan  harus dihindari, bahwa konflik menandakan adanya kesalahan fungsi dalam kelompok. Konflik dilihat sebagai hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurangnya keterbukaan dan kepercayaan antar orang – orang, dan kegagalan pada manajer untuk tanggap dalam kebutuhan dan aspirasi karyawan. Oleh karena itu konflik harus dicegah dan dihindari sebisa mungkin dengan mencari akar permasalahan.
Pandangan hubungan manusia, mengemukakan bahwa konflik adalah hasil yang wajar dalam semua kelompok dan organisasi dan tidak terelakkan dalam setiap kelompok dan bahwa itu tidak perlu dianggap buruk, melainkan sebaliknya berpotensi menjadi kekuatan positif dalam menetapkan kinerja kelompok.

Pandangan interaksionis, bahwa konflik tidak hanya dapat menjadi kekuatan positif dalam kelompok tetapi juga sebagai eksplisit beragumen bahwa mutlak diperlukan sejumlah konflik agar kelompok dapat berkinerja secara efektif dan mendorong konflik atas dasar bahwa kelompok yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, dan tidak tanggap terhadap kebutuhan akan perubahan dan inovasi.
Konflik Fungsional vs Disfungsional
Pandangan interaksionis tidak berpendapat semua konflik adalah baik. Ditinjau dari segi fungsinya, ada dua jenis konflik, yaitu:
1.Konflik Fungsional (Konstruktif) adalah konflik yang memiliki nilai positif bagi pengembangan organisasi.
2.Konflik Disfungsional (Destruktif) adalah konflik yang memiliki nilai negative bagi organisasi.
2.3. Jenis dan proses konflik
1. Jenis-jenis konflik yaitu:
a. Konflik tugas adalah konflik atas isi dan sasaran pekerjaan.
b. Konflik hubungan adalah konflik berdasarkan hubungan interpersonal.
c. Konflik proses adalah konflik atas cara melakukan pekerjaan.

Tingkat konflik
Kemungkinan dampak pada organisasi
Organisasi yang memiliki karakter
Tingkat kinerja organisasi
Stuasi I
Rendah atau tidak ada
disfungsional
Adaptas lambat terhadap perubahan
Sedikit perubahan
Stimulasi gagasan yang minim
Apati
Stagnasi
Rendah
Stuasi II
Optimal
Fungsional
Gerakan positif ke perubahan
Inovasi dan perubahan
Mencari solusi perubahan
Kreativitas dan Adaptasi yang cepat terhadap perubahan lingkungan
Tinggi
Stuasi III
Tinggi
Disfungsional
Gangguan berat
Menggangu aktivitas
Sulit berkkoordinasi
Kekacauan
Rendah

2.      Proses konflik
Proses konflik terdiri atas lima tahap: potensi oposisi atau ketidakcocokan, kognisi dan personalisasi, maksud, perilaku, hasil.
Tahap I
Kondisi Anteseden
1.Komunikasi
2.Struktur
3.Variable Pribadi
Konflik yang dipersepsikan
Konflik yang dirasakan
Maksud penanganan konflik
4.Bersaing
5.Kerja sama
6.Berkompromi
7.Menghindari
8.mengakomodasi
Konflik terbuka
9.Perilaku pihak
10.                 Reaksi orang lain
Kinerja kelompok menurun
Kinerja kelompok meningkat
Potensi oposisi atau tidak cocok
Tahap II
Kognisi dan Personalisasi
Tahap III
maksud
Tahap IV
perilaku
Tahap V
hasil





TAHAP I : POTENSI OPOSISI ATAU KETIDAKCOCOKAN
Langkah pertama dalam proses konflik adalah adanya kondisi (syarat) yang menciptakan kesempatan untuk kemunculan konflik itu. Kondisi itu tidak selalu mengarah ke konflik, tetapi salah satu kondisi itu perlu agar konflik itu muncul. Kondisi ini (yang dapat dipandang juga sebagai penyebab atau sumber konflik) juga bisa dianggap sebagai sebab atau sumber konflik kedalam tiga kategori umum : variabel, komunikasi, struktur, dan pribadi.
Komunikasi
Potensi Konflik meningkat apabila terdapat terlalu sedikit komunikasi atau terlalu banyak komunikasi. Saluran yang dipilih dapat merangsang oposisi. Proses penyaringan yang terjadi ketika informasi disampaikan para anggota dan penyimpangan komunikasi dari saluran formal atau yang sudah ditetapkan sebelumnya menawarkan potensi kesempatan bagi timbulnya konflik.
Struktur
Struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok,dan gaya kepemimpinan. Makin besar kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan  terjadinya konflik.
Variabel Pribadi
Sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain.
TAHAP II : KOGNISI DAN PERSONALISASI
Tahap ini penting karena dalam tahap inilah biasanya isu-isu konflik didefinisikan. Pada tahap ini pula para pihak memutuskan konflik itu tentang apa. Konflik yang dipersepsi adalah kesadaran oleh satu atau lebih pihak akan adanya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang munculnya konflik. Konflik yang dirasakan adalah keterlibatan dalam sebuah konflik yang menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi atau rasa bermusuhan. Jadi definisi konflik itu penting, karena lazimnya definisi itu menggambarkan perangkat penyelesaian yang mungkin.
Apabila pada tahap I muncul kondisi yang negatif, maka pada tahap ini kondisi tersebut didefinisikan, sesuai persepsi pihak yang berkonflik.
Konflik yang dipersepsikan : kesadaran satu pihak atau lebih atas adanya konflik yang menciptakan peluang terjadinya konflik
Konflik yang dirasakan : keterlibatan emosional saat konflik yang menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi, atau kekerasan.


TAHAP III : MAKSUD
Maksud (niat) adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Banyak konflik semakin rumit karena salah satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain. Di sisi lain, biasanya ada perbedaan yang besar antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat maksud seseorang.
Persaingan : keinginan memuaskan kepentingan seseorang, tidak mempedulikan dampak pada pihak lain dalam konflik tersebut.
Kolaborasi : situasi yg di dalamnya pihak - pihak yang berkonflik sepenuhnya saling memuaskan kepentingan semua pihak.
Penghindaran : keinginan menarik diri dari konflik
Akomodasi : kesediaan satu pihak dalam konflik untuk memperlakukan kepentingan pesaing di atas kepentingannya sendiri.
Kompromi : satu situasi yang di dalamnya masing - masing pihak yang berkonflik bersedia mengorbankan sesuatu.
TAHAP IV : PERILAKU
Pada tahap inilah konflik mulai terlihat jelas. Tahap perilaku ini meliputi pernyataan, aksi, dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Perilaku konflik ini biasanya merupakan upaya untuk menyampaikan maksud dari masing-masing pihak.
Apabila konflik disfungsional terjadi harus diredakan dengan manajemen konflik. Manajemen Konflik adalah penggunaan teknik – teknik resolusi dan stimulasi untuk memperoleh level konflik yg diinginkan.
Model Diagnosis Konflik Pandangan Kontinum dari Leonard Greenhalgh
Menurut Greenhalgh (1999:391), konflik bukanlah suatu fenomena yang obyektif dan nyata, tetapi ia ada dalam benak orang-orang yang terlibat dalam konflik tersebut. Karena itu untuk menangani konflik, seseorang perlu bersikap empati, yaitu memahami keadaan sebagaimana yang dilihat oleh para pelaku penting yang terlibat konflik. Unsur yang penting dalam manajemen konflik adalah persuasi, dan inilah bentuk penyelesaian konflik yang selalu ditekankan oleh Greenhalgh dalam model kontinumnya.
TAHAP V : HASIL
Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi.  Konsekuensi atau akibat ini bisa saja bersifat fungsional atau disfungsional. Dikatakan bersifat fungsional ketika konflik tersebut justru menghasilkan perbaikan kinerja kelompok, sedangkan disfungsional adalah ketika konflik tersebut menjadi penghambat kinerja kelompok.




2.4. Teknik pemecahan konflik
Teknik pemecahan konflik
Pemecahan masalah
Pertemuan tatap muka pihak-pihak yang berkonflik untuk mengidentifikasi masalah dan menyelesaikannya melalui diskusi terbuka
Tujuan superordinat
Menetapkan tujuan bersama yang tidak dapat dicapai tanpa kerja sama dari setiap pihak yang berkonflik
Ekspansi sumber daya
Ketika sebuah konflik timbul karena kelangkaan sumber daya (uang,promosi,kesempatan,ruang kantor) ekspansi sumber daya dapat menciptakan solusi yang saling menguntungkan
Penghindaran
Penarikan diri dari, atau penyembunyian, konflik
Memperhalus
Meminimalkan perbedaan sembari menekankan kepentingan bersama di antara pihak-pihak yang berkonflik
Berkompromi
Masih masing-masing pihak yang berkonflik menyerahkan sesuatu yang bernilai
Perintah otoratif
Manajemen menggunakan wewenang formalnya untuk menyelesaikan konflik dan kemudian menyampaikan keinginannya kepada pihak-pihak yang terlibat
Mengubah variabel manusia
Menggunakan teknik-teknik perbuahan perilaku seperti pelatihan hubungan insani untuk mengubah sikap dan perilaku yang menyebabkan konflik
Mengubah variabel struktural
Mengubah struktur organisasi formal dan pola-pola interaksii dari pihak-pihak yang berkonflik melalui rancang ulang pekerjaan, pemindahanm penciptaan posisi koordinasi, dan sebagainya.
Teknik peransangan konflik
Komunikasi
Menggunakan pesan-pesan ambigu atau yang sifatnya mengancam untuk menaikkan tingkat konflik
Memasukkan orang luar
Menambahkan karyawan ke suatu kelompok dengan latar belakang, nilai-nilai, sikap, atau gaya manajerialnya berbeda dari anggota-anggota yang ada sekarang
Restrukturisasi organisasi
Menata ulang kelompok-kelompok kerja, mengubah aturan dan ketentuan, meningkatkan kesalingketergantungan, dan membuat perubahan struktural yang diperlukan untuk menggoyang status quo
Mengangkat oposisi
Menunjuk seorang pengkritik untuk secara sengaja mendebat posisi mayoritas yang digenggam oleh kelompok
Hasil Fungsional, konfik dapat menjadi suatu penggerak yang meningkatkan kinerja kelompok. Konflik bersifat konstruktif ketika hal tersebut memperbaiki kualitas keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong minat dan keingintahuan di antara anggota-anggota kelompok, menyediakan media atau sarana untuk mengungkapkan masalah dan menurunkan ketegangan, serta menumbuhkan suasana yang mendorong evaluasi diri dan perubahan. Selain itu, heterogenitas antaranggota kelompok dan organisasi dapat meningkatkan kreativitas, memperbaiki kualitas keputusan dan memfasilitasi perubahan dengan cara meningkatkan fleksibilitas anggota.
Hasil Disfungsional, konflik dapat menghambat kinerja dari sebuah kelompok. Di antara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan tersebut, terdapat lambannya komunikasi, menurunnya kekompakan kelompok, dan subordinasi tujuan kelompok oleh dominasi perselisihan antaranggota. Yang lebih ekstrem, konflik dapat menghentikan kelompok yang sedang berjalan dan secara potensial mengancam kelangsungan hidup kelompok.


2.5. Defenisi Negosiasi/Perundingan
Sedangkan defenisi dari Perundingan atau negosiasi merupakan proses yang di dalamnya dua pihak atau lebih bertukar barang atau jasa dan berupaya menyepakati tingkat kerjasama tersebut bagi mereka.perundingan atau negosiasi mewarnai interaksi hampir semua orang dalam kelompok dan organisasi. Contoh yang jelas antara lain adalah: tawar-menawar serikat buruh dengan manajemen. Contoh yang kurang jelas: manajer berunding dengan bawahan , rekan sekerja dan atasan.Kita mendefinisikan negosiasi sebagai proses diman dua pihak atau lebih berukar barang atau jasa dan berupaya menyepakati nilai barang atau jasa tersebut.
Defenisi Negosiasi menurut Robbins (2008) menyimpulkan bahwa negosiasi ialah sebuah proses dimana dua belah pihak atau lebih melakukan pertukaran barang atau jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya.
Dari defenisi di atas dapat di simpulkan bahwa negosiasi adalah suatu upaya yang di lakukan antara pihak-pihak yang berkonflik dengan maksud mencari jalan keluar untuk menyelesaikan pertentangan yang sesuai kesepakatan bersama.
2.6. Pendekatan negosiasi
Terdapat dua pendekatan umum atas perudingan: tawar menawat disrtibutif dan tawar-menawar integratif. Keduanya diperbandingkan dalam peraga 14-5.
Tawar-menawar distributif  ialah negosiasi yang berupaya membagi sumberdaya yang jumlahnya tetap; stuasi menang-kalah. Ciri khas dari  tawar menawar distributif  adalah bahwa tawar-menawar itu berjalan pada kondisi menang kalah. Artinya, setiap apa yang saya dapatkan  adalah atas pengorbanan anda, dan sebaliknya. Ketika melakukan tawar-menawar distributif , taktik seseorang di fokuskan pada upaya memaksa lawannya menyetujui titik sasaran spesifikasinya atau sedekat mungkin dengan titik itu. Contoh taktik itu  adalah meyakinkan lawan anda mengenai mustahilnya mencapai titik sasaran dia dan keuntungan dari menerima penyelesaian di titik sasaran anda.
Tawar menawar integratif merupakan perundingan yang mencari satu penyelesaian atau lebih yang dapat menciptakan penyelesaian menang-menang. Kontras dengan tawar menawar distributif, pemecahan masalah integratif berjalan dengan asumsi bahwa terdapat satu atau lebih penyelesaian yang akan menciptakan solusi menang-menang.dari segi perilaku intraorganisasi, jika semua hal yang berkedudukan sama, tawar menawar integratif lebih di sukai daripada tawar-menawar distributif. Mengapa? Karena yang pertama membina hubungan jangka panjang dan mempermudah kerjasama di masa depan. Tawar menawar integratif mengikat para perunding dan memungkinkan masing-masing menginggalkan meja perundingan dengan perasaan mendapatkan kemenangan.
Peraga 14-5 tawar menawar distributif versus integratif
Ciri tawar menawar
Ciri tawar menawar distributif
Ciri tawar menawar integratif
Sumberdaya yang tersedia
Jumlah  Sumberdaya tetap dan harus di bagi
Jumlah sumberdaya variabel harus di bagi
Motivasi primer
Saya menang, anda kalah
Saya menang, anda menang
Kepentingan primer
Saling menentang
Mengerucut dan sama sebangun antara satu orang dengan lainnya
Fokus hubungan
Jangka pendek
Jangka panjang
Sumber: di dasarkan pada R. J. Lewicki dan J. A.Litterer, Negosiasi (Homewood llliois: Irwin. 1985) hal 280
2.7. Proses Perundingan
Persiapan dan Perencanaan
Sebelum anda mulai berunding, anda perlu menyelesaikan pekerjaan rumah, apakah sifat dasar dari konflik itu, bagaimana sejarah yang memicu perundingan ini?siapa yang terlibat dan bagaimana mereka mempresepsikan konflik itu?
Defenisi dan aturan-aturan dasar
Setelah anda menyelesaikan perencanaan anda dan menyusun suatu strategi  anda siap menetapkan aturan-aturan dasar dan prosedur dengan pihak lain mengenai perundingan itu sendiri. Siapa yang akan melakukan perundingan? Dimana akan diadakan? Apakah waktu akan menjadi kendala?terbatas pada persoalan apakah perundingan itu akan diadakan?pada tahap ini, pihak-pihak itu juga akan mempertukarkan usulan atau tuntutan awal mereka.
Penjelasan dan pembenaran
Bila pendirian awal telah di pertukarkan, anda dan pihak lain akan menerangkan, menegaskan, memperjelas, memperkuat, dan membenarkan permintaan asli anda. Ini tidak selalu bersifat konfrontasional.sebaliknya ini merupakan kesempatan saling mendidik dan memberi informasi mengenai persoalan, mengapa persoalan itu penting dan bagaimana cara masing-masing pihak menghasilkan permintaan awal mereka. Inilah titik dimana anda mungkin berkeinginan memberikan pihak lain setiap catatan yang membantu mendukung posisi anda.
Tawar-menawar dan pemecahan masalah
Hakikat proses perundingan ialah proses aktual memberi dan menerima sebagai upaya memperbincangkan persetujuan, tidak di ragukan disinilah kompromi perlu di buat oleh kedua belah pihak
Penutupan dan implementasi
Langkah terakhir dalam proses perundingan ialah memformalkan persetujuan yang telah di wujudkan dan menyusun setiap prosedur yang di perlukan untuk pelaksanaan dan perundingan serikat buruh-manajemen, tawar menawar mengenai persyaratan sewa,sampai pembelian sebidang real astat, sampai ke perundingan tawaran pekrjaan untuk posisi menajemen senior perundingan ini akan memerlukan pengesahan hal-hal spesifik ke dalam kontrak formal. Tetapi untuk sebagian besar kasus, penutupan proses perundingan tidak lebih formal daripada jabat tangan.

2.8. Isu-isu dalam perundingan
Kita menutup pembahasan mengenai perundingan dengan meninjau ulang empat persoalan kontemporer dalam perundingan: peran ciri kepribadian , perbedaan jenis kelamin dalam perundingan, dampak perbedaan budaya pada gaya perundingan, dan penggunaan pihak ketiga untuk membantu menyelesaikan perbedaan.
Peran ciri kepribadain dalam perundingan
Penilaian keseluruhan atas hubungan antara  kepribadian perundingan, menemukan bahwa ciri dari kepribadian tidak mempunyai dampak langsung yang mencolok baik pada proses tawar menawar maupun pada hasil perundingan. Kesimpulan ini penting, kesimpulan ini mengemukakan bahwa anda harus berkonsentrasi pada persoalan dan faktor situasi dalam setiap episode tawar menawar dan bukan pada kepribadian lawan anda.
Perbedaan jenis kelamin dalam perundingan/negosiasi
Bukti mengemukakan bahwa sikap wanita terhadap perundingan dan terhadap diri mereka sendiri sebagai juru runding tampak nya agak berbeda dari sikap seorang pria. Wanita manajerial menunjukan kepercayaan diri lebih rndah dalam antisipasi perundingan dan kurang puas dengan kinerja mereka sesudah proses itu rampung, meskipun sesungguh nya kenerja dan hasil yang mereka capai sama dengan apa yang telah di capai oleh pria.kesimpulan terakhir ini mengungkapkan bahwa wanita mungkin terlalu menghukum dirinya sendiri jika tidak bisa bergabung dalam perundingan-perundingan ketika tindakan tersebut merupakan kepentingan terbaik mereka.
Perbedaan budaya dalam perundingan
Walaupun tampaknya tidak ada hubungan langsung yang berarti antara kepribadian dan gaya runding individu, latar belakang budaya tampaknya justru relevan. Gaya runding jelas lebih beraneka ragam di antara budaya-budaya nasional.konteks budaya dari perundingan sangat mempengaruhi jumlah dan tipe persiapan tawar menawar , tekanan relatif pada gubungan tugas lawan antarpribadi, taktik yang di gunakan bahkan kapan perundingan itu hendaknya di jalankan.
Perundingan pihak ketiga
Sampai titik inikita telahmembahas tawarmenawar dalam perundingan langsung. tetapi kadang-kadang individu atau wakil kelompok mencapai jalan buntu dan tidak mampu menyelesaikan perbedaan mereka melalui perundingan langsung. Dalam kasus semacam itu mereka mungkin berpaling ke pihak ketiga untuk membantu mereka menemukan penyelesaian. Terdapat empat peran mendasar pihak ketiga: mediator (penengah), afbitrator (wasit), konsiliator (perujuk), dan konsultan.
Mediator ialah pihak ketiga netral yang mengasilitasi penyelesaian perundingan dengan menggunakan penalaran dan persuasi, menyarankan alternatif dan semacamnya.mediator secara luas digunakan dalam perundingan serikat buruh manajemen dan dalam pertikaian pengadilan perdata.
Arbitator merupakan pihak ketiga yang mempunyai wewenang memaksakan kesepakatan. Abitrasi dapat bersifat sukarela (diminta) atau wajib (dipaksakan pada pihak-pihak oleh undang-undang atau kontrak).
Otoritas atas wewenang arbitrator itu beraneka ragam merurut aturan yang di tentukan olah para peruding. Misalnya arbitrator mungkin terbatas pada memilih tawaran terakhir atas salah satu perundingan atau pada menyarankan titik persejuan yang tidak mengikat atau bebas memilih dan membuat setiap pertimbangan yang dia inginkan. Kelebihan dari abitrasi bila di bandingkan dengan mediasi ialah bahwa abitrasi selalu menghasilkan penyelesaian.
Konsiliator merupakan pihak ketiga yang terpercaya yang berperan sebagai pengubung komunikasi informal antara perunding dengan lawannya.
Perujukan digunakan secara luas dalam segketa internasional, perburuhan, keluarga dan komunitas.membandingkan efektifitasnya dengan mediasi ternyata sulit karena keduanya banyak sekali mengalami tumpang tindih. Dalam perakteknya lazimnya perujuk lebih dari sekedar menjalankan komunikasi. Mereka juga melakukan pencarian fakta, penafsiran pesan dan pembujukan terhadap mereka yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan.
Konsultan adalah pihak ketiga yang terampil dan tidak berat sebelah yang berupaya memudahkan pemecahan masalah melalui komunikasi dan analisis yang di bantu dengan pengetahuannya mengenai manjemen konflik. Kontras dengan peran-peran diatas, peran konsultan tidaklah untuk menyelesaikan persoalan tetapi, lebih keperbaikan hubungan antara pihak-pihak yang berkonflik sehingga mereka dapat mencapai penyelesaiannya sendiri.














BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Konflik didefinisikan sebagai sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negative, atau akan memengaruhi secara negative, sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama.
Perkembangan pemikiran tentang konflik ada 3 yaitu: pandangan tradisional, pandangan hubungan manusia, serta pandangan interaksionis.
Proses konflik terdiri dari lima tahap yaitu: Potensi oposisi atau ketidakcocokan, Kognisi dan personalisasi, Maksud, Perilaku dan hasil.
Perundingan atau negosiasi merupakan proses yang di dalamnya dua pihak atau lebih bertukar barang atau jasa dan berupaya menyepakati tingkat kerjasama tersebut bagi mereka.perundingan atau negosiasi mewarnai interaksi hampir semua orang dalam kelompok dan organisasi.
Proses negosiasi terdiri dari: persiapan dan perencanaan, defenisi aturan dasar, penjelasan dan pembenaran, tawar menawar dan pemecahan masalah, dan penutupan dan pelaksanaan.






Daftar pustaka

Stephen P. Robbins.2008.Perilaku Organisasi.Edisi ke-10. Prentice Hall, Inc,
Robert Kreitner dan Angelo Kinicki.2000. Organizational Behavior.The McGraw-Hill Companies, Inc.
Wood, et al., Organizational Behavior, an Asia-Pasific Perspective, John Willey & Sons, Australia Edition, 1998.
www.google.com. online.di akses tanggal 30 september 2013.

No comments:

Post a Comment